Pemblokiran 42 Ribu KK Bikin Gaduh, Pemkot Surabaya Jangan Serampangan

- 2 Juli 2024, 18:00 WIB
Ilustrasi Kartu Keluarga (KK)
Ilustrasi Kartu Keluarga (KK) /

PR SURABAYA - Pemkot Surabaya yang memblokir 42.804 Kartu Keluarga (KK) menjadi perdebatan publik. Anggota DPRD pun angkat bicara dan meminta agar Pemkot Surabaya tidak gegabah dalam pemblokiran KK tersebut.

Bendahara Umum Fraksi Gerindra Surabaya, Ajeng Wira Wati mengatakan sebelum melakukan pemblokiran, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispendukcapil) Surabaya selektif. Yakni, memilah dan mencatat terlebih dahulu warga Surabaya yang kos dan kontrak.

"Pemblokiran KK tidak seharusnya diterapkan secara menyeluruh tanpa mempertimbangkan keadaan sebenarnya di Surabaya. Harus dipilah lagi dan mencatat warga yang ngekos, warga yang ngontrak," kata Ajeng dikutip RRI, Selasa 2 Juli 2024.

Menurut dia, warga Surabaya yang masih kos atau kontrak di wilayah Surabaya tidak perlu diblokir KK-nya. Sedang warga Surabaya yang sudah pindah ke luar kota, KK-nya bisa diblokir.

Ajeng menegaskan, kebijakan ini penting agar tidak menimbulkan kegaduhan dengan aturan satu rumah tiga KK.

"Kalau sudah pindah ke luar kota, tidak apa-apa KK-nya dicoret, tapi aturan satu rumah tiga KK itu membingungkan masyarakat dan membuat gaduh," ungkap Ajeng.

Ia menambahkan, Fraksi Gerindra mendapat informasi bahwa Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menemukan satu rumah dengan 50 KK. Namun, menurutnya, tidak elok mengaitkan hal tersebut dengan beban bantuan sosial (bansos) bagi Pemkot Surabaya.

"Tidak semua warga Surabaya yang memiliki KK membutuhkan bansos. Info dari Pak Wali memang ada satu rumah dengan 50 KK, tapi itu hanya kasus. Mayoritas warga di sini nomaden, ada yang ngekos dan ngontrak," kata Ajeng.

Bahkan, menurut Ajeng, banyak warga yang tidak mengharapkan bansos sama sekali, sehingga tidak tepat jika hal ini dikaitkan dengan beban bagi Pemkot.

Halaman:

Editor: Ali Mahfud


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah